Hari itu. Tutorial.
Semua sedang ngedengerin maris yang lagi presentasi LI.
Tiba-tiba gue nyadar koq si irwan dari tadi sama sekali ga gerak, gue melirik lah ke dia.
JENG-JENG!
Ternyata, untuk entah alasan apa, dia duduk dengan dada membusung, tangan menumpu kepala sekaligus memamerkan bisep, muka nampak serius.
Gue: "Woi wan, knape lo?"
Ir-binaraga-wan: *nampak kaget* "Hah? Lho? Udah halaman yang itu toh?"
Ckck. Wan,wan.. Ngelamun aja pake eksibisionis.
---
(Masih) Hari itu. Lab Act.
Untuk entah karena alasan apa (terbiasalah dengan ini, kelompok kami memang suka membicarakan atau melakukan sesuatu tanpa alasan), sementara yang lain bahas case, kami malah membicarakan merpati pos.
Maris: "Eh iya yah, merpati pos itu gimana caranya bisa nganter surat yah?"
Gue: "Iya gue juga bingung.." *kembali memperhatikan dosen dan baca case, seperti biasa*
Bayu: "Itu tuh burungnya dibawa.."
BUAHAHAHA.
Yang kebayang di gue malah kita bawa surat ama tu burung ke rumah orang yang mau dikirimin surat, terus pas sampe depan rumahnya kita iket surat di kaki si burung, terus burungnya kita lempar ke dalem rumah sambil tereak, "Woi, surat buat lo nih!"
Dan makin kocaknya lagi, si bayu masih keukeuh dengan persepsinya itu sampe akhir cerita.
Padahal kita udah ngetawain dia sampe sakit perut.
Keteguhan hati itu memang perlu ya, bay. Hahaha.
Friday, April 16, 2010
Ujian yang Sebenarnya
Ah, bau itu lagi.
Kabel-kabel itu lagi.
Angka warna-warni semu di layar yang suram itu lagi.
Keadaan ICCU rumah sakit selalu mengingatkan saya bahwa beberapa tahun lagi, orang-orang akan menggantungkan hidupnya pada saya.
Dengan mereka saya ga akan bisa belajar beberapa hari sebelumnya.
Sama mereka saya ga akan bisa berharap ikut remedial.
Menghadapi mereka, bukan nilai yang saya pertaruhkan, tapi nyawa.
Dan bukan, sungguh bukan beberapa lembar kertas bertuliskan ratusan soal lah ujian kita.
Namun mereka, mereka lah ujian yang sebenarnya.
Kabel-kabel itu lagi.
Angka warna-warni semu di layar yang suram itu lagi.
Keadaan ICCU rumah sakit selalu mengingatkan saya bahwa beberapa tahun lagi, orang-orang akan menggantungkan hidupnya pada saya.
Dengan mereka saya ga akan bisa belajar beberapa hari sebelumnya.
Sama mereka saya ga akan bisa berharap ikut remedial.
Menghadapi mereka, bukan nilai yang saya pertaruhkan, tapi nyawa.
Dan bukan, sungguh bukan beberapa lembar kertas bertuliskan ratusan soal lah ujian kita.
Namun mereka, mereka lah ujian yang sebenarnya.
Monday, April 12, 2010
Sunday, April 11, 2010
An Old Man Under The Tree
Siang ini terik setengah mati.
Matahari 5cm diatas ubun-ubun rasanya.
Karena hari ini kelompok C cuma tutorial doang, jam 1 tadi gue udah glutukan di kosan, nunggu si mamah yang mau mampir ngedrop barang.
Tik-tok..si mamah kemana ya. Koq ga muncul-muncul doi.
Berjalanlah gue melongok ke balkon kosan, berharap melihat T 120 SS kesayangannya meluncur kemari.
Tapi belom ada ternyata. Yang gue liat malah seorang bapak-bapak tua, duduk dibawah bayangan pohon cabe samping kosan.
Siang ini terik setengah mati.
Matahari 5cm diatas ubun-ubun rasanya.
Dan si bapak itu, hanya duduk disana, dibawah bayangan kecil yang membuatnya harus duduk melipat badan. Termenung.
Palu, sekop, dan karung goni di tangannya membuat gue berasumsi dia adalah kuli serabutan.
Kasihan rasannya. Tapi ingin memberi pun apa daya, duit di dompet bahkan ga cukup buat sekali makan.
Lagipula takut juga dia terluka. Mengemis pun dia tidak.
Nguuung.
Mesin mobil si mamah yang bunyinya ngalahin pesawat terbang terdengar.
Menandakan si mamah tinggal berjarak 2km dari kosan. Hehe.
Ternyata si mamah berpikir hal yang sama.
Dikepalkannya dua lembar uang sepuluh ribu di tanganku.
"Kasiin ke si bapa itu," katanya.
Sempet kepikiran mau nilep tu duit, tapi gagal karena si mamah ogah pergi sebelum gue kasiin ke si bapak. Ckck, curugaan amat mah, sama anak sendiri.
"Pak, punten ieu hatur lumayan ti pun biang.."
Si bapak nge-freeze sekitar 3 detik.
"Aduh, nuhun, cep. Nuhun pisan.."
Matanya menyinarkan rasa terimakasih yang lebih kentara dari kata-katanya.
Setelah si mamah pulang dan gue kembali ke meja ini, gue jadi mikir.
Apa ya yang ada di pikiran si bapak tadi?
Mungkin kepalanya penuh dengan beribu pertanyaan.
Tentang kenapa hari ini ga ada kerjaan yang bisa dia dapet.
Tentang apa yang akan dia bilang ke anak-anaknya di rumah nanti.
Tentang kenapa hari ini matahari nampak berniat menghanguskan tengkuknya.
Tentang makan apa keluarganya hari ini.
Tentang berapa sudah hutangnya ke warung sebelah.
Ribuan ketidakpastian.
Sementara ketidakpastian yang ada di kepala gue cuma sebatas hal-hal remeh.
Apa akan jadi rapat hari ini.
Apa enaknya makan di Cherish atau Kedai Indra.
Apa sebaiknya mandi sekarang atau nanti.
Apa mending duluan ngerjain LI atau draft SOOCA.
Sementara ketidakpastianku membuat kerutan di dahi, ketidakpastiannya mengundang gundah di hati.
Jadi nanya sama diri sendiri.
Sudah cukup bersukurkah aku?
Apa harus nunggu sampe semua diambil sama Allah dan hanya tersisa sehias bayangan pohon?
...
Siang ini terik setengah mati.
Matahari 5cm diatas ubun-ubun rasanya.
Dan bapak itu, terpaksa hidup dalam ketidakpastiannya.
Matahari 5cm diatas ubun-ubun rasanya.
Karena hari ini kelompok C cuma tutorial doang, jam 1 tadi gue udah glutukan di kosan, nunggu si mamah yang mau mampir ngedrop barang.
Tik-tok..si mamah kemana ya. Koq ga muncul-muncul doi.
Berjalanlah gue melongok ke balkon kosan, berharap melihat T 120 SS kesayangannya meluncur kemari.
Tapi belom ada ternyata. Yang gue liat malah seorang bapak-bapak tua, duduk dibawah bayangan pohon cabe samping kosan.
Siang ini terik setengah mati.
Matahari 5cm diatas ubun-ubun rasanya.
Dan si bapak itu, hanya duduk disana, dibawah bayangan kecil yang membuatnya harus duduk melipat badan. Termenung.
Palu, sekop, dan karung goni di tangannya membuat gue berasumsi dia adalah kuli serabutan.
Kasihan rasannya. Tapi ingin memberi pun apa daya, duit di dompet bahkan ga cukup buat sekali makan.
Lagipula takut juga dia terluka. Mengemis pun dia tidak.
Nguuung.
Mesin mobil si mamah yang bunyinya ngalahin pesawat terbang terdengar.
Menandakan si mamah tinggal berjarak 2km dari kosan. Hehe.
Ternyata si mamah berpikir hal yang sama.
Dikepalkannya dua lembar uang sepuluh ribu di tanganku.
"Kasiin ke si bapa itu," katanya.
Sempet kepikiran mau nilep tu duit, tapi gagal karena si mamah ogah pergi sebelum gue kasiin ke si bapak. Ckck, curugaan amat mah, sama anak sendiri.
"Pak, punten ieu hatur lumayan ti pun biang.."
Si bapak nge-freeze sekitar 3 detik.
"Aduh, nuhun, cep. Nuhun pisan.."
Matanya menyinarkan rasa terimakasih yang lebih kentara dari kata-katanya.
Setelah si mamah pulang dan gue kembali ke meja ini, gue jadi mikir.
Apa ya yang ada di pikiran si bapak tadi?
Mungkin kepalanya penuh dengan beribu pertanyaan.
Tentang kenapa hari ini ga ada kerjaan yang bisa dia dapet.
Tentang apa yang akan dia bilang ke anak-anaknya di rumah nanti.
Tentang kenapa hari ini matahari nampak berniat menghanguskan tengkuknya.
Tentang makan apa keluarganya hari ini.
Tentang berapa sudah hutangnya ke warung sebelah.
Ribuan ketidakpastian.
Sementara ketidakpastian yang ada di kepala gue cuma sebatas hal-hal remeh.
Apa akan jadi rapat hari ini.
Apa enaknya makan di Cherish atau Kedai Indra.
Apa sebaiknya mandi sekarang atau nanti.
Apa mending duluan ngerjain LI atau draft SOOCA.
Sementara ketidakpastianku membuat kerutan di dahi, ketidakpastiannya mengundang gundah di hati.
Jadi nanya sama diri sendiri.
Sudah cukup bersukurkah aku?
Apa harus nunggu sampe semua diambil sama Allah dan hanya tersisa sehias bayangan pohon?
...
Siang ini terik setengah mati.
Matahari 5cm diatas ubun-ubun rasanya.
Dan bapak itu, terpaksa hidup dalam ketidakpastiannya.
tones
gundahgulali,
my thoughts,
nangornia,
poet.toet.toet
Thursday, April 8, 2010
Wednesday, April 7, 2010
Baca anatomi jantung lagi ya, Bay.
Tutorial. Di hari dimana AC ruang tutor mati. Just like always.
Maris: "Iya, jadi karena venous return nya meningkat ya cardiac output nya jadi meningkat juga.."
Chandra: "Nah, hubungannya sama intrapleural pressure gimana?"
Bayu: "Oh, kalo intra peler..eh."
Didengar oleh gue, yang bingung sejak kapan jantung pindah ke selangkangan.
Maris: "Iya, jadi karena venous return nya meningkat ya cardiac output nya jadi meningkat juga.."
Chandra: "Nah, hubungannya sama intrapleural pressure gimana?"
Bayu: "Oh, kalo intra peler..eh."
Didengar oleh gue, yang bingung sejak kapan jantung pindah ke selangkangan.
Sunday, April 4, 2010
"teu karasa nya.."
This was happened on April 2nd. When some people having Easter Eggs, i have a vidclip shooting, and just how cool is that?? Hahaha.
Phone rang. (Bottle Pop-Snoop Dog ft PCD)
"Halo, bonk? Jadi isuk kumpul di Klik jam 8 nya."
"Siaap. Nepi jam sabaraha kira-kira? Bisi hujan mun sore teuing."
"Ah nteu lah, paling jumatan geus beres."
"Sip lah. Eh mawa mobil teu maneh, di?"
"Nteu. Naha kudu?"
"Meh teu kudu make motor. Hahaha."
"Ah sia. Maneh mawa motor teu?"
"Mawa. Kunaon kitu?"
"Meh teu kudu make mobil. Hahaha"
"Ah sia."
09.54
"Yoo. Sori telat nya, tadi dititah babeh heula euy..hehe"
"Ah sia mah kriz, hayu atuh ah."
Brrm. Konvoi dimulai.
09.56
"Naha geus eureun deui euy?"
"Kalem, urang lapar. Meuli batagor heula..hehe"
"Ah sia mah kriz"
Berharap dikasih batagor...ternyata engga.
10.16
(Lewat depan BPI, jalan wayang)
(These following conversation was taken between 5 moving bike, dont try this at home)
(..dont try this, EVERYWHERE)
"Di, jalan wayang yeuh, embung mampir heula?" *smirk*
"Heueuh di, si den*a kumaha kabar euy? Hahaha"
Nguung. Aldi mendadak ngebut.
10.32
Sampe depan rumah Sandi. Komplek perumahan Bank Mandi-sendi-ri, Cijagra.
"Sandee~~~" (ala anak sd ngajak maen temennya)
"Yow, ayo masuk!"
Sandi terus nyengajain ke Alfamark buat beli pringles, corn toast, dan 3 botol besar pepsi blue.
"Wah san, jadi enak nih."
Jadilah kami bertujuh (plus Alan, temennya Sandi yg somehow ada disitu dan langsung akrab) bersendawa ria minum-minum sebelum jumatan. Sungguh beriman.
11.45
"Hayu ah, jumatan heula"
12.18
"Hayu ah geura mulai, bisi kaburu sore."
"Hayu, hayu."
14.02
"HAYU ih, hayu-hayu cicing maraneh mah."
"Hehe, hayu atuh, tapi panas kieu nya."
"Ah banci maneh, ja. Hayu ah" (ini Eksa)
14.03
"Euh, panas pisan euy, isuk deui we lah shooting na" *elap-elap keringet* (ini, JUGA, Eksa)
*sambit Eksa pake batu* (ini, udah jelas siapa)
Setelah jalan berlima beriringan bagai boyband, diliatin orang lewat, seribu kali 'cut' mendadak gara-gara ada mobil mengarah ke lokasi, dan sejuta kali ketawa sampe perut kram, usailah syuting kami.
18.43
"Beuh, kabayang nya mun jadi artis nyaan. Pasti cape pisan.."
"Heueuh. Matakna urang didieu ngan senang-senang. Urang menikmati pisan lah ulin jeung maraneh. Teu kudu mikirkeun target hayang terkenal atawa naon, tapi mun terkenal nya alhamdulillah weh..hehe"
"Setubuh ah gan. Asa waas nya baheula urang kabeh semangat pisan hayang terkenal, hayang jadi artis beunghar. Geus 5 taun siah. Ckck."
"Heueuh, engke mun kabeh geus karawin trus boga incu bakal ngetake keneh moal nya? Hahaha."
"Hwahaha. Engke urang nyieun beat make fruity loop ver.78 meureun.."
"Pasti lah, tong poho yen urang berlima teh pernah boga hiji mimpi. Berhasil atawa hanteu, nu penting prosesna.."
"Heueuh, eta pisan.."
...
"Hayu balik ah, geus beres kan yeuh?"
"Hayu, pan nggeus BERES JUMATAN nya di, nya?"
"Hahahahaha.."
Dan dengan pikiran di benak masing-masing, kami pun pulang.
5 orang. 5 cara pandang. 5 tahun. 4 kampus. 3 jomblo. 2 rasa. 1 asa.
Bilang-Bilang Dulu
Siang yang mendung, Skills Lab.
"Punten ibu, pernah ngga ada keluarga ibu yang meninggal mendadak? Terus kata dokternya itu karena penyakit jantung?"
"Wah, keluarga saya meninggalnya emang mendadak semua dok, ngga ada yang bilang-bilang dulu.."
Siang yang mendung, mood kelompok yang cerah, Skills Lab.
"Punten ibu, pernah ngga ada keluarga ibu yang meninggal mendadak? Terus kata dokternya itu karena penyakit jantung?"
"Wah, keluarga saya meninggalnya emang mendadak semua dok, ngga ada yang bilang-bilang dulu.."
Siang yang mendung, mood kelompok yang cerah, Skills Lab.
Friday, April 2, 2010
Emang Susah
"Emang susah ya pacaran ama ketua senat, pengen digombalin aja mesti bikin proposal dulu.."
Ah, you DO know me well. :B
Ah, you DO know me well. :B
Dextra or Sinistra
Good or Bad
Black or White
True or False
Right or Wrong
Dextra or Sinistra.
I heavenly admit this rough-as-hell fact.
There have always been like this.
People created color called grey for not strong enough to be white but fear the black itself.
(Saya, si abu-abu)
Black or White
True or False
Right or Wrong
Dextra or Sinistra.
I heavenly admit this rough-as-hell fact.
There have always been like this.
People created color called grey for not strong enough to be white but fear the black itself.
(Saya, si abu-abu)
Subscribe to:
Posts (Atom)