Thursday, August 5, 2010

KKN: Nyata-Nyata Sebuah Mimpi? Atau Sebuah Mimpi Tentang Realita?

KKNM. Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa.
Sebuah program yang diadakan oleh perguruan tinggi agar mahasiswanya bisa melihat dan berinteraksi langsung dengan kehidupan masyarakat di lapangan. Atau begitulah hasil gue nge-search di berbagai blog dan jurnal. Tema besarnya adalah "Belajar Bersama Masyarakat" Belajar bersama, bukan mengajari atau malah menjadi kurang ajar. Dan seperti yang dikatakan Rektor UNPAD kami tercinta, Prof. Dr. Ganjar Kurnia di artikel ini, bukan pula ajang bagi-bagi duit atau menjadi sinterklas dadakan. Tentunya menjadi sinterklas ga bisa dadakan dong, pasti butuh waktu buat numbuhin jenggot putih sepanjang itu.
See?

Dimulai dengan keluhan, cercaan, bahkan kata-kata kasar yang keluar dari mulut teman-teman di sekeliling, gue pribadi jujur agak khawatir juga awalnya.
Benarkah KKN akan semenyeramkan itu?
Benarkah KKN akan semenderita itu?
Benarkah gue akan boker di alam terbuka dengan seluruh jagat raya memperhatikan?
Benarkah gue akan disantet jadi gorila?
Benarkah gue akan harus berburu untuk bisa makan?
Benarkah gue akan harus saling bunuh demi ngantri kamar mandi?
Yah setidaknya yang terakhir benar.

Despite of all those insanity, gue berusaha memposisikan diri sebagai orang yang menyemangati dan memberi imaji positif tentang KKN. Karena setelah baca dan ngobrol sana-sini, kebanyakan selentingan tentang KKN itu hanya sebatas hiperbola belaka. Gue berusaha meyakinkan bahwa KKN itu akan menyenangkan dan memberi pelajaran yang ga sedikit. Kadang usaha itu tercampur emosi pribadi yang jengah akan betapa bisa menjadi manja, mudah mengeluh, hipokrit, dan tidak bersyukurnya orang-orang di sekeliling gue. Dan mungkin gue sendiri juga. Wallahualam bi shawab.

Prosesnya sendiri? Bakal gue tulis di post yg beda karena bakal kepanjangan kalo ditulis di sini. Bottom line is, i had a very wonderful month. Kalo ada sutradara berniat bikin film dari setaun idup gue (sutradara kurang kerjaan, misalnya), gue akan masukin 30 hari dari sebulan masa KKN ke film itu. Yep, all those thirty. :)

Skip ke masa pasca-KKN, gue hanya melihat segelintir orang yang masih memandang KKN sebagai sejarah buruk idup mereka. Sisanya? Waw, SBY-Subhanallah Yaa..
Sebagian menyatakan kangen dengan masa, teman-teman, suasana, atau lokasi KKN.
Sebagian bilang kalo mereka dapet banyak banget pelajaran berharga dari KKN.
Sebagian memproklamirkan telah menjadi diri yang lebih baik karena KKN, insya4wl.
Sebagian menyatakan pengen kawin sama kembang desa lokal. (?)
Tapi kebanyakan ingin KKN ga berakhir secepat itu. Seperti mimpi saja, kata mereka.

Mimpi, sebuah pelarian dari dunia nyata.
Sebuah aktivitas di luar rutinitas kehidupan keras. (hey, thats rhyme! :D)
Mimpi, yang mengharuskan kita terbangun di pagi hari dengan merasa kecewa karena itu HANYA mimpi.
Mungkin kalau dilihat dari sudut pandang kita sebagai mahasiswa, bisa saja itu cuma mimpi.
Tapi secara umum, KKN mengajarkan kita tentang hidup yang NYATA.

Yep, menurut gue, apa yang kita lihat dan rasakan selama KKN itu nyata.
Pahit dan manisnya, itu realita.
Yang NYATA adalah saat kita tahu bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hanya mengenyam pendidikan sebatas SMP.
Yang NYATA adalah saat kita melihat profesi umum penduduk desa kita adalah pekerjaan dengan posisi tinggi, secara harfiah. (baca:nyadap gula kelapa) Tentu dengan resiko yang tinggi pula.
Yang NYATA adalah ketika kita mendengar cita-cita anak SD adalah menjadi kuli bangunan. Agar apa? Agar ia bisa membangun rumah untuk orangtuanya, katanya polos.
Yang NYATA adalah melihat betapa berat usaha dan deras peluh yang dikeluarkan petani demi butir-butir beras di piring kita.
Yang NYATA adalah derai hangat tawa masyarakat desa demi menghangatkan diri dari dingin malam yang mencengkram.
Yang NYATA adalah melihat getar tangan nenek tua saat memaksakan mencangkul demi makan sehari.
Yang NYATA adalah tetes air mata seorang ibu yang hidup sebatang kara, saat menceritakan anak-anaknya yang kini sukses materi namun perlahan lupa diri.

Yang nyata adalah, saya, menulis ini sambil membayangkan kembali semua pelajaran yang saya dapat saat KKN, menangis. Menyesali betapa selama ini saya sangat tidak bersyukur akan segala yang saya punya. Betapa mudah luruhnya iman ini dengan gegap gemerlap ke-berada-an kota. Betapa saya masih kerdil, saat memposisikan diri di dunia luas yang sekali lagi, nyata.
"Ingin rasanya cepat menjadi dokter, agar bisa berguna," kata Amey.
"Semakin cepat kamu matang, semakin lama kamu bisa mengabdi," kata Abah Iwan.
Ingin rasanya cepat menjadi manusia yang berguna sesuai porsi agar bisa memperbaiki KENYATAAN-KENYATAAN dalam hidup yang belum seindah idealitas, dengan usaha yang NYATA pula.



Kuliah Kerja NYATA. Apa lagi yang kurang nyata dari itu?
Karena hidup, tak pernah terasa begitu nyata.

Partner vs Trophy

Pertama baca konsep partner-trophy ini dari bukunya Adithya Mulya, Jomblo Mengejar Cinta. Mencoba melihat aplikasinya di keseharian gue, dan ternyata cocok. Hampir semua orang -sadar ato engga- mengaplikasikan ini dalam kehidupan cintanya. *halah* Termasuk gue. :D

Familiar dengan konsep ini? Kalo engga mari kita review..
Jadi menurut Gege (ato Adithya Mulya, sang penulis) orang itu mencari pasangan hidupnya diklasifikasikan jadi dua. Ada yang mencari partner dan ada yang mencari trophy. Apa bedanya? we'll see..

Sang Pengumpul Trophy
Mencari pasangan idup (pacar, istri, u name it) berdasarkan kualitas. Kualitasnya bisa macem-macem, cantik, pintar, 9h4ouL, tenar, apapun itu. Seems engga salah ya? Tapi jadi salah ketika dia mencari orang berkualitas itu untuk dibanggakan.
"Wih gila, koq lo bisa sih dapetin dia? Mantap!"
"Whaow, ke dukun mana lo? Gilaa, congratz yak!"
Omongan-omongan semacem itulah yang dikejar oleh sang pengumpul trophy. Orientasinya adalah dengan bersama orang berkualitas ini dia bisa merasa bangga di hadapan orang-orang di sekitarnya. Kebanggan yang semu. Sesuatu yang sangat rentan luntur lalu gugur.

Sang Pencari Partner
Mencari pasangan idup berdasarkan kecocokan. Atau ketidakcocokan. Mencari seseorang yang bisa memperbaiki kekurangan dan menajamkan kelebihan kita. Karena basic-nya partner, hubungan mereka didasarkan pada simbiosis mutualisme dan rasa yang ada. Saling memperbaiki, saling belajar, saling menumbuhkan. Sambil sesekali mengumbar rasa. :)
Sang pencari partner tahu, dia dan partnernya punya hak dan kewajiban yang sama untuk saling mengembangkan. Bahwa pada akhirnya, berakhir indah atau tidak, mereka tidak akan pernah menyesali hubungan mereka karena mereka mendapat banyak pelajaran dari sana.

Me? I'll go with the partner. At least for now. :D
Pikiran ini muncul lagi setelah ngobrol-ngobrol ama temen KKN gue, Rijut aka si cewek cerdas..ato cadas yah? Ato culas? Ya pokonya itu lah. Dia bilang kalo cowo umur segue udah harus nyari partner, bukan lagi trophy, seperti yang dia bilang selama ini gue lakukan. Well, terima kasih JUT, untuk membuat gue merasa tua dan brengsek sekaligus.

Ada SMS-nya yang gue save.

"Udah sih jngn cari trophy lg. Geus jadi juara umum maneh. Berhentilah d puncak karir.."
Sebuah teori keren. Kalau saja gue ga tau bahwa itu prinsip yang dia dapat dari bermain poker. Ckck, somethings are REALLY better left unknown.

"Emang susah klo mw dapet partner.. Ga cukup cm keren.."
Darn right, it is.

Ah okaay. Enough with this hearted thingy.
Actually love life has not been my priority from some moment back then. I have bigger thing to do and to take responsibility of. Plus i recently considering some way of finding my future wife. One my religion has long ago taught me. We'll see where this thought brought me. :)

See ya on my next post! (it wont be long..gehee)